July 5, 2009

Tempat Filsafat Hukum dalam Studi Hukum


Menyambung Artikel yang sebelumnya yaitu "Mengapa Filsafat Hukum Tidak Menarik?"maka berikut akan dipaparkan mengenai tempat filsafat hukum dalam studi ilmu hukum oleh Prof. Peter Mahmud Marzuki.

Pertanyaan mendasar yang perlu dikemukakan dalam perbincangan filsafat hukum adalah apakah mata kuliah itu bagian dari filsafat atau bagian dari ilmu hukum. Pertanyaan semacam itu sangat relevan dalam menentukan tempat diajarkannya filsafat hukum. Kalau filsafat hukum merupakan bagian dari filsafat, tempat diajarkannya mata kuliah itu berada pada fakultas filsafat atau kalau suatu universitas tidak memiliki fakultas filsafat, pengajarnya harus sarjana filsafat. Sebaliknya, apabila bagian dari ilmu hukum, tempat mata kuliah itu berada di fakultas hukum dan pengajarnya pun harus sarjana hukum. Selama ini dan secara turun-temurun, filsafat hukum memang berada di fakultas hukum dan pengajarnya pun sarjana hukum.

Para penulis Eropa kontinental pada umumnya berpendapat bahwa filsafat hukum merupakan bagian dari filsafat. Yang pertama kali yang perlu diajukan dalam perbincangan ini adalah Gustav Radbruch. Menurut Gustav Radbruch, filsafat hukum adalah bagian dari filsafat. Oleh karena itulah perlu dikemukakan pandangan filsafat secara umum. Hal yang sama dikemukakan oleh D.H.M. Meuwissen: “... karena filsafat hukum merupakan bagian dari filsafat umum dan karena setiap paparan mengenai filsafat berpangkal dari titik anjak tertentu. Dengan demikian, pertama kali kita harus memahami filsafat.” Begitu pula dua penulis dari Universitas Antwerpen, Belgia, Jan Gijssels dan Mark van Hocke menyatakan bahwa filsafat hukum merupakan filsafat umum yang diterapkan pada hukum atau gejala hukum.

Dalam memulai pandangannya, Radbruch mengemukakan bahwa pada setiap apa yang ada atau jumpaan terdapat realita dan nilai yang campur aduk tidak dipisahkan. Manusia dan benda dipengaruhi oleh nilai dalam arti berharga atau tidak berharga. Akan tetapi berharga tidaknya seseorang atau benda bukan orang itu sendiri yang menilai dan juga bukan substansi barang itu sendiri. Kebangsawanan seseorang dapat dilihat dari auranya...

Selanjutnya ia mengemukakan bahwa dalam menghadapi apa yang ada atau jumpaan, pikiran manusia bekerja apakah menghindar dari jumpaan itu atau menghadapinya. Dalam hal inilah dibedakan antara realita dan nilai. Sikap manusia terhadap jumpaan itu adalah tidak memberikan penilaian atas jumpaan itu atau menilainya. Dengan perkataan lain, begitu seseorang menghadapi jumpaan, ia akan bersikap membiarkan jumpaan itu apa adanya artinya tidak memberi nilai baik atau buruk, benar atau salah terhadap jumpaan itu atau memberikan penilaian atas jumpaan itu. Untuk menjelaskan uraian Radbruch ini, perlu kiranya diberikan contoh. Sebagai contoh, di kota Surabaya terdapat komplek pelacuran terkenal yang dahulu dikenal sebagai Njarak karena terletak di Jalan Jarak yang akhir-akhir ini lebih terkenal sebagai Dolly; seseorang yang tidak memberikan penilaian atas jumpaan itu hanya menyatakan memang ada komplek tersebut di kota Surabaya; akan tetapi sebaliknya, seseorang dapat menyatakan bahwa adanya komplek semacam itu merupakan suatu hal yang buruk bagi citra Surabaya sebagai Kota Pahlawan; atau mungkin orang yang lain memberikan penilaian bahwa lokalisasai pelacur merupakan hal yang baik karena dengan lokalisasai itu tidak membiarkan para pelacur berkeliaran di mana-mana dan juga akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Bagi yang tidak memberikan penilaian, ia hanya menyatakan memang adanya begitu; sebaliknya, bagi yang memberikan penilaian atas suatu jumpaan, ia akan berpikir seharusnya dilakukan hal seperti ini atau seperti itu. Apabila dikaitkan dengan contoh yang telah dikemukakan, seseorang yang tidak memberi penilaian akan bersikap netral terhadap adanya komplek lokalisasai Dolly; sedangkan, yang memandang bahwa lokalisasi itu membuat buruk citra Surabaya sebagai Kota Pahlawan akan berpikir seharusnya komplek itu ditutup; lain lagi bagi yang menilai baik komplek itu, ia akan berpikir seharusnya fasilitas yang ada ditambah bahkan dibuatkan aturan hukumnya untuk meningkatkan fasilitas yang ada.

Sebenarnya, dengan memulai uraian semacam itu tanpa adanya contoh yang jelas seperti yang dikemukakan, studi filsafat hukum menjadi tidak menarik. Namun, apa yang dikemukakan oleh Radbruch ini merupakan dasar pembedaan antara ilmu dalam arti science dan filsafat. Filsafat merupakan studi yang memberikan penilaian (value-evaluating). Oleh karena itulah Radbruch memang perlu mengemukakan hal itu. Hanya saja, Radbruch tidak memberikan contoh sehingga membuat uraiannya sulit difahami.

Berbeda dengan Radbruch, Meuwissen mengawali tulisannya dengan pengertian filsafat. Ia menyatakan:
“Menurut pendapat kami, filsafat adalah pemberian dasar dan perenungan yang radikal. Filsafat terutama merefleksikan tentang sesuatu yang ada, yaitu sesuatu “yang ada” pada umumnya. Filsafat dimulai dengan keheranan: “Mengapa hal itu seperti ini dan bukan yang lain?” Dengan demikian, filsafat adalah suatu refleksi, kegiatan berpikir dan karena itulah bersifat rasional. Hal ini berarti bahwa makna filsafat adalah memberikan argumentasi dan juga kontra argumentasi atau bantahan atas apa yang dikemukakan.”

Hal senada tentang pengertian filsafat dikemukakan oleh Jan Gijssels dan Mark van Hoecke yang menyatakan: filsafat membicarakan manusia dan apa yang ada dari level abstraksi yang tinggi dan karena itulah mempunyai ruang lingkup yang luas.

Radbruch, Meuwissen, dan dua ahli hukum Belgia mengemukakan pengertian filsafat dalam rangka memberi pengertian kepada filsafat hukum mengingat mereka berpendapat bahwa filsafat hukum merupakan bagian dari filsafat. Hal itu berarti apa yang terdapat dalam filsafat, berlaku bagi filsafat hukum.

Apakah memang benar demikian? Untuk mengetahui apakah sebenarnya filsafat itu seyogyanya dihadirkan pandangan sarjana filsafat. Seorang sarjanaj filsafat, Robert C. Solomon menulis:
“Philosophy is not like any other academic subject; rather, it is a critical approach to all subjects. Philosophy is a style of life, a life of ideas or the life of reason, which a person like Socrates lives all his life, which many of us live only a few hours a week. It is thinking about everything and anything. But mainly, it is living thoughtfully.”

Ia melanjutkan bahwa filsafat bukan sebagaimana anggapan orang pada umumnya, yaitu orang harus berada di awan-awan dan tidak menyentuh realitas sehari-hari. Sebaliknya, filsafat justru menyingkap tabir yang gelap, memperluas pandangan dan pengetahuan kita tentang dunia, memungkinkan kita untuk menyingkirkan prasangka dan kebiasaan-kebiasaan yang merugikan yang telah kita anut sejak kita masih muda atau sejak pengetahuan kita belum mencukupi. Menurut Solomon, filsafat memberikan kepada kita kekuatan intelektual untuk mempertahankan apa yang kita lakukan dan apa yang kita percaya terhadap orang lain. Dengan berfilsafat, menjadi jelaslah batas-batas sekaligus alasan pembenar bagi tindakan kita dan apa yang kita percaya. Akibatnya, filsafat memberikan kekuatan intelektual untuk memahami dan memberikan toleransi dan bahkan bersimpati kepada pandangan yang berbeda dengan pandangan kita.

Dari uraian Robert C. Solomon itu dapat dikemukakan bahwa kegunaan filsafat adalah membimbing pengambilan keputusan dan memahami perbedaan berpikir. Pengambilan keputusan merujuk kepada seseorang sebagai individu sedangkan memahami perbedaan berpikir merujuk kepada seseorang sebagai anggota masyarakat yang hidup berdampingan dengan seseorang individu yang lain. Namun demikian, pengambilan keputusan dapat berdampak bagi masyarakat. Sebaliknya, dengan memahami perbedaan berpikir memperkaya orang tersebut dengan pengetahuan yang selama ini tidak ia ketahui.

Setiap orang yang sudah dapat berpikir, setiap saat dihadapkan kepada berbagai alternatif yang harus dipilh. Tidak memilih pun sudah merupakan pilihan. Hidup memang masalah pilihan. Sejak bangun tidur pun seseorang sudah harus melakukan pengambilan keputusan untuk menjatuhkan pilihan atas alternatif-alternatif yang dihadapkan kepadanya.

Tidak ada pilihan yang mudah, bahkan untuk hal-hal yang kecil sekalipun. Terkadang pilihan itu terlihat mudah apabila yang dihadapkan kepada seseorang alternatif-alternatif yang kontras. Sebagai contoh, seorang pria tampan, mempunyai gelar kesarjanaan dan pandai menginginkan seorang wanita yang cantik tetapi paling tinggi lulusan SMA karena ia tidak ingin beradu argumentasi dalam hidup rumah tangga atau dikalahkan oleh isterinya. Pada saat yang bersamaan, tiga orang gadis jatuh hati kepada sarjana tampan yang masih lajang itu; yang pertama, seorang sarjana dengan wajah yang biasa-biasa saja tetapi cerdas dan bekerja sebagai dosen; yang kedua, lulusan SMA berwajah cantik, tidak bekerja dan anak orang kaya; yang ketiga, lulusan Diploma 3 berwajah cantik dan bekerja sebagai Public Relation suatu perusahaan. Oleh karena alternatif-alternatif itu memang kontras dan hanya satu orang yang mewakili apa yang diidamkannya, sudah dapat diduga bahwa sarjana tampan yang masih lajang itu mengambil keputusan untuk mengawini lulusan SMA berwajah cantik yang tidak bekerja dan anak orang kaya itu. Kenyataannya memang demikian. Namun apa hendak dikata. Ternyata, ketika rumah tangga mereka baru berlangsung dua tahun, sudah terjadi percekcokan yang tidak dapat didamaikan yang berakhir dengan perceraian.

Memang, dalam mengambil keputusan untuk menjatuhkan pilihan atas alternatif-alternatif yang dihadapkan kepadanya, seseorang harus berani menanggung konsekuensinya. Dalam hal inilah dibutuhkan filsafat. Dari contoh sarjana tampan yang mengawini lulusan SMA berwajah cantik yang tidak bekerja dan anak orang kaya itu dapat dikemukakan bahwa pandangan hidup yang dianut oleh sarjana itu adalah seorang isteri harus submissive atau tunduk sepenuhnya kepada suami yang kira-kira dalam budaya Jawa tradisional, isteri adalah tiang wingking. Filsafat yang dianut oleh sarjana tampan itu adalah filsafat patriarkis yaitu laki-laki berkuasa atas wanita dalam berbagai lembaga. Barangkali sarjana tampan yang cerdas itu masih terngiang-ngiang bait terakhir lirik lagu Sabda Alam-nya Ismail Marzuki yang berbunyi: “Wanita dijajah pria sejak dulu; dijadikan perhiasan sangkar madu ...”.

Tidak dapat disangkal bahwa lingkungan budaya seseorang ikut menentukan filsafat yang dianut seseorang. Apalagi kalau budaya itu bersifat eksklusif dan anggota-anggota komunitas budaya itu merasa aman terhadap pandangan hidup yang bersifat turun-temurun, hal itu akan membuat seseorang dalam pengambilan keputusan mencontoh dari yang telah ada. Akan tetapi apabila mereka menerima sentuhan-sentuhan budaya atau pandangan hidup lain, hal itu akan membuat anggota-anggota komunitas itu untuk memilih pandangan hidup mana yang digunakan dalam menjatuhkan pilihan atas alternatif-alternatif yang dihadapkan kepadanya. Sebagai contoh, seseorang baru saja mendapatkan sejumlah uang tertentu yang harus dibayarkan paling lambat keesokan harinya sebagai dana sumbangan masyarakat pada suatu universitas tertentu karena anaknya diterima di universitas tersebut. Orang itu tidak cukup mampu untuk membayar dana sumbangan masyarakat pada universitas tersebut. Ia berusaha sedemikian rupa dengan cara yang tidak melanggar hukum maupun tata pergaulan dan ia berhasil. Akan tetapi pada hari itu juga ia didatangi temannya yang butuh uang sebesar yang baru saja diterimanya karena isteri teman itu harus mengalami operasi tetapi biayanya kurang sehingga perlu minta tambahan sebesar sumbangan masyarakat tersebut. Apa yang harus dilakukan oleh orang itu? Kedua alternatif itu terlihat kontras. Sebenarnya sangat mudah bagi orang itu untuk menjatuhkan pilihan, yaitu menolak permintaan temannya karena dana itu dipakai untuk membayar dana sumbangan masyarakat bagi anaknya yang akan masuk ke perguruan tinggi. Apalagi komunitas budayanya membenarkan kalau ia lebih mendahulukan kepentingan anaknya dari pada memenuhi permintaan temannya dengan akibat anaknya tidak dapat masuk universitas ternama itu. Akan tetapi orang itu ternyata mendapat sentuhan budaya lain, yaitu sebelum mengambil keputusan, baik untuk hal-hal yang kecil dan lebih-lebih untuk hal-hal yang besar, ia berdoa menurut agama yang dianutnya. Setelah ia berdoa, ia merasa adanya damai sejahtera kalau ia memenuhi permintaan temannya. Sudah barang tentu pengambilan keputusan semacam itu bukan tanpa konsekuensi. Setelah temannya pulang dan mengucap terima kasih, tak ayal lagi, keluarganya uring-uringan. Si anak ngambek dan sang isteri mengata-ngatainya sebagai orang bodoh, kena sirep teman, tidak sayang anak, dll. Ia sendiri menangis tersedu-sedu tetapi tidak menyesal atas keputusannya. Suasana mencekam keluarga ini berlangsung selama kurang lebih dua bulan. Pada bulan ketiga si anak mendapat kepastian bahwa ia mendapat beasiswa dari sebuah yayasan di Belanda untuk belajar di fakultas teknik sipil seperti yang ia inginkan tetapi kali ini di universitas di Belanda.

Yang juga menentukan pengambilan keputusan adalah nilai yang lebih tinggi. Sekali lagi, dalam pengambilan keputusan inipun seseorang harus berani menanggung konsekuensinya. Sebagai contoh adalah seorang bintara jaga di rumah monyet pada markas tentara dilarang meninggalkan rumah monyet dalam suatu radius tertentu dan apabila ia melanggar karena alasan apapun ia dikenai hukuman. Tiba-tiba agak jauh dari tempat ia jaga itu ada seorang anak tertabrak mobil, terjatuh tidak dapat bangun dan penabraknya lari. Ia mengangkat anak itu dan menaikkan ke motornya dan melarikan anak itu ke rumah sakit. Tentu saja apa yang dilakukan itu merupakan suatu pelanggaran displin. Tidak diragukan lagi, iapun harus menjalani hukuman disiplin. Namun ia sama sekali tidak menyesal karena ia telah menyelamatkan nyawa anak itu. Jika tidak dibawanya ke rumah sakit, bukan tidak mungkin nyawa anak itu tidak tertolong. Ia sangat sadar bahwa ia akan terkena hukuman disiplin; akan tetapi baginya menyelamatkan nyawa seseorang lebih berharga walau kena hukuman dari pada membiarkan orang mati tanpa perlu menjalani hukuman.

Kegunaan filsafat yang kedua adalah memahami perbedaan berpikir. Kehidupan masyarakat bersifat heterogen dan plural. Masing-masing kelompok dan masing-masing individu dalam kelompok mempunyai pandangan hidup yang berbeda-beda. Kebenaran dalam filsafat bersifat relational artinya bergantung kepada hal yang lain, misalnya nilai-nilai, agama, ideologi, dll. Filsafat memberikan landasan untuk berargumentasi mempertahankan pendapat masing-masing sekaligus menghargai perbedaan. Sebagai contoh, seseorang sedari kecil hidup dalam suasana religius tertentu. Pada saat kuliah di Belanda, teman-teman yang pandai dan dikaguminya adalah orang-orang atheis. Teman-temannya itu bertingkah laku baik dan bahkan suka menolong. Ia terkejut bukan alang-kepalang. Ia mulai adu argumentasi dengan teman-temannya. Ia lalu memahami dasar pemikiran teman-temannya meskipun ia sendiri masih teguh dalam pendiriannya.

Dari uraian Robert C. Solomon itu, sebenarnya filsafat merupakan cara berfikir (way of thinking) atau metode berfikir (denk methode). Sudah barang tentu cara berfikir ini dipengaruhi oleh pandangan-pandangan yang berkembang dari masa ke masa seiring dengan tingkat perkembangan pemikiran manusia. Oleh karena yang mempersoalkan hakikat realita adalah masyarakat Barat, yang dalam hal ini orang-orang Yunani, tidaklah heran kalau pemikiran filosofis dipandang sebagai pemikiran Barat dan dimulai dari tanah Gerika tersebut. Yang pertama kali mempersoalkan hakikat sesuatu adalah Thales, yang hidup di pantai Asia Kecil (sekarang wilayah Turki yang dekat Yunani) pada sekitar 580 s.M. Ia dipandang sebagai pemikir pertama yang tidak lagi hanya mengandalkan akal sehat melainkan menawarkan teori umum tentang realitas yang paling hakiki.

Sebelum Thales mempersoalkan realitas paling hakiki, pemikiran manusia, baik yang ada di belahan bumi Barat maupun Timur pada umumnya hanya terpancang kepada dua hal, yaitu yang bersifat fisis, yaitu ragawi yang tampak dan yang bersifat transenden, yaitu the supernatural being yang dipercaya mempunyai kuasa di luar kekuasaan manusia. Thales mengemukakan alternatif lain, yaitu sesuatu yang metafisis artinya bukan bersifat fisis atau ragawi namun juga bukan transenden. Dunia Timur yang masih sangat transendental menolak pemikiran filosofis yang hanya mengandalkan akal fikiran karena dianggap merusak kepercayaan atau iman masyarakat. Hal itu terlihat pada awal perkembangan agama Kristen. Dalam kitab Kolose 2:8, Paulus menasihati orang-orang Kolose sebagai berikut: “Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus.” Sebelumnya, di dalam kitab Kisah Para Rasul 17:18, Paulus berdebat dengan beberapa ahli pikir dari golongan Epikuros dan Stoa. Perlu dikemukakan bahwa menurut kaum Stoa seluruh jagad raya diperintah oleh “reason” (akal fikiran) dan akal fikiran manusia merupakan bagian dari fikiran yang universal. Oleh karena itulah, apabila orang hidup sesuai dengan akal fikiran, ia hidup sesuai dengan alam. Sedangkan filsafat Epikuros menggabungkan antara jasmani yang didasarkan atas bahan-bahan yang atomistik dengan ethika hedonisme rasional yang menitikberatkan pengekangan keinginan dan menumbuhkan persahabatan. Pandangan dunianya bersifat optimis dan menekankan bahwa filsafat dapat membebaskan seseorang dari ketakutan, maut, dan supernatural, dan mengajar kepada kita bagaimana menemukan kebahagiaan dalam hampir setiap situasi. Agama Kristen yang berasal dari dunia Timur sudah barang tentu menolak pemikiran Barat yang hanya mengandalkan akal fikiran semata-mata. Bahkan hingga saat ini beberapa negara Timur Tengah yang menjadikan agama Islam sebagai dasar negara, di antaranya Kuwait melarang diajarkannya filsafat.

Mengingat cara berfikir dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran dari masa ke masa, filsafat pun juga menguraikan perkembangan pemikiran dari masa ke masa. Dalam hal ini filsafat akan menyoal mengenai mulai dari hakikat sesuatu sebagaimana dikemukakan oleh Thales pada masa pra-Sokrates sampai kepada masalah-masalah moralitas, politik, keadilan, dan kebebasan. Masalah-masalah tersebut erat berkaitan dengan hukum.

Akan tetapi tidak semua topik yang ada dalam filsafat berkaitan dengan hukum. Topik-topik yang berkaitan dengan hukum itulah yang menjadi perbincangan filsafat hukum. Dengan demikian, sebenarnya filsafat hukum bukan merupakan bagian dari filsafat, melainkan lebih tepat merupakan bagian dari ilmu hukum. Seseorang yang bukan ahli hukum tidak mampu berbicara mengenai penyalahgunaan hak (misbruik van recht) meskipun konsep hak sarat dengan pemikiran filosofis. Oleh karena itulah memang sudah tepat kalau tempat filsafat hukum berada di fakultas hukum dan yang mengajar adalah sarjana hukum karena setiap sarjana hukum belajar filsafat dan bukan sebaliknya.

Lebih jelas lagi, semua penulis kontinental mengemukakan aliran-aliran dalam filsafat hukum. Hal itu mirip dengan jurisprudence dalam alam fikiran Anglo-American. Memang, beberapa penulis Anglo-American menggunakan secara bergantian istilah jurisprudence dan philosophy of law. Akan tetapi beberapa penulis secara tegas memberi judul tulisannya Philosophy of Law, misalnya Ronald Dworkin dan Thomas Morawetz. Di samping itu yang pertama kali menggunakan istilah Philosophy of Law adalah Roscoe Pound dengan bukunya yang terkenal An Introduction to Philosophy of Law yang edisi perdananya terbit pada tahun 1922 dan diterbitkan oleh Yale University Press. Pada Kata Pengantar yang ditulis tanggal 25 Oktober 1921 untuk edisi perdana itu Roscoe Pound menulis
... Until some Anglo-American jurist arises with the universal equipment of Josef Kohler the result of common-law incursions into philosophy will resemble the effort of the editorial writer who wrote upon Chinese metaphysics after reading in the Encyclopedia Britannica under China and metaphysics and combining in information. Yet such incursions there must be. Philosophy has been a powerful instrument in the legal armory and the times are ripe for restoring it to place its old place therein...

Melalui Kata Pengantar itu, Roscoe Pound justru mengharuskan adanya “penyerbuan” atau yang ia ungkapkan sebagai incursion ke dalam filsafat. Ia mengakui bahwa filsafat merupakan instrumen yang sangat kuat dalam gudang senjata hukum sehingga pada saatnya akan dikembalikan ke tempat semula, yang dalam hal ini adalah hukum. Isi Philosophy of Law baik yang ditulis oleh Pund, Morawetz dan Dworkin berbeda dari isi buku dengan judul jurisprudence. Namun demikian, pandangan Pound dan Dworkin juga sering dikutip dalam buku-buku berjudul jurisprudence. Hal ini makin mengukuhkan argumentasi bahwa filsafat hukum berada dalam ruang lingkup ilmu hukum bukan bagian dari filsafat.

Titik berat studi filsafat hukum adalah hukum, bukan filsafat. Pemikiran filosofis dengan segala perkembangannya dipelajari dalam rangka menjelaskan aturan hukum yang berlaku baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Pandangan-pandangan itu seyogyanya dikemukakan secara topikal bukan secara kronologis artinya perbincangan dalam filsafat hukum yang menyangkut pandangan-pandangan para penulis bukan disajikan berdasarkan urut-urutan waktu masa hidup penulisnya, melainkan berdasarkan topik yang dibahas. Dengan secara topikal, akan terlihat adanya pertentangan-pertentangan pandangan dan penyelesaian terhadap pandangan-pandangan itu yang mempunyai relevansi terhadap aturan hukum. Untuk meneguhkan pemikiran demikian, perlu dikutip kelanjutan dari Kata Pengantar Roscoe Pound edisi perdana An Introduction to the Philosophy of Law sebagai berikut:
At least one may show what philosophy has done for some of the chief problems of the science of law, what stands before us to be done in some of the more conspicious problems of that science today in which philosophy may help us, and how it is possible to look at these problems philosophically without treating them in terms of eighteen-century natural law or the nineteenth-century metaphysical jurisprudence which stands for philosophy in the general understanding of lawyers.


Published by dhanajournal.blogspot.com

No comments:

Post a Comment

advertise your business here! ADVERTISE YOUR BUSINESS HERE! advertise your business here! ADVERTISE YOUR BUSINESS HERE! advertise your business here! ADVERTISE YOUR BUSINESS HERE! advertise your business here! ADVERTISE YOUR BUSINESS HERE! advertise your business here! ADVERTISE YOUR BUSINESS HERE! advertise your business here! ADVERTISE YOUR BUSINESS HERE! advertise your business here! ADVERTISE YOUR BUSINESS HERE! advertise your business here!